Jumat, 25 Maret 2011

Bahasa Indonesia 2 (softskill)

NAMA : HUSNIA ALFAINI

KELAS : 3EA10

NPM : 10208600

Mata Kuliah : Softskill Bahasa Indonesia 2

PERBEDAAN KARANGAN KARYA ILMIAH, SEMI ILMIAH,

DAN NON-ILMIAH

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tradisi keilmuan menuntut para calon ilmuan (mahasiswa) bukan sekadar menjadi penerima ilmu. Akan tetapi sekaligus sebagai pemberi (penyumbang) ilmu. Dengan demikian, tugas kaum intelektual dan cendikiawan tidak hanya dapat membaca, tetapi juga harus dapat menulis tentang tulisan-tulisan ilmiah. Apalagi bagi seorang mahasiswa sebagai calon ilmuan wajib menguasai tata cara menyusun karya ilmiah. Ini tidak terbatas pada teknik, tetapi juga praktik penulisannya. Kaum intelektual jangan hanya pintar bicara dan “menyanyi” saja, tetapi juga harus gemar dan pintar menulis.

Banyaknya bentuk dan tulisan di media cetak membuat kita ragu untuk membuat klasifikasi tentang sebuah karangan. Pada dasarnya karangan dibagi menjadi tiga yaitu karangan ilmiah, karangan semi ilmiah dan karangan non-ilmiah. Perbedaan itu terletak dari fakta yan g disajikan oleh masing-masing karangan, selain itu tata cara penulisan dari masing-masing karangan sangat berbeda. Dimana karangan ilmiah lebih berdasarkan sistematika penulisan dan fakta yang didapatkan dengan cara observasi, sedangkan karangan semi ilmiah lebih kepada fakta pribadi, sedangkan karangan non-ilmiah tidak didkung oleh fakta yang umum. Tetapi, ketiga jenis karangan diatas mempunyai kesamaan yaitu sama-sama karya tulis.

1.2. Masalah

1. Apa saja jenis-jenis karangan?

2. Apa perbedaan antara Karya Ilmiah, Semi Ilmiah dan Non Ilmiah?

3. Apa cirri-ciri Karya Ilmiah, Semi Ilmiah dan non ilmiah?

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Karangan

Karangan merupakan suatu karya tulis hasil dari kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikanya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami dan dimengerti.

2.1.1. Jenis-jenis Karangan

A. DESKRIPSI

Karangan ini berisi gambaran mengenai suatu hal/ keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.

Contoh Deskripsi :
Siang itu aku sedang duduk santai di sofa empuk di dalam apotik milikku yang baru saja dibuka. Apotik ini adalah impianku sejak aku kuliah di Farmasi dulu. Sekarang aku memandang puas pada usahaku selama ini. Aku bisa mendirikan apotik di kota kelahiranku. Apotik ini cukup luas, beberapa rak besar tempat obat-obatan berjejer rapi dengan kemasan-kemasan obat warna-warni yang disusun menurut khasiat obatnya. Pandangan saya tertuju pada rak buku di pojok ruangan yang berisi buku-buku tebal. Ku ambil satu buku yang disampulnya tertulis Informasi Spesialis Obat atau yang biasa disebut kalangan farmasi dengan buku ISO. Setelah ku pandangi aku tersenyum dan mengembalikannya ke tempat semula. Aku memandang lagi secara keseluruhan apotik ini, sebuah televisi 14 inci dan sebuah computer di meja kasir. Hembusan angin dari AC cukup membuat udara terasa sejuk di bulan Mei yang panas ini.

Langkah menyusun deskripsi:

1) Tentukan objek atau tema yang akan dideskripsikan

2) Tentukan tujuan

3) Tentukan aspek-aspek yang akan dideskripsikan dengan melakukan pengamatan

4) Susunlah aspek-aspek tersebut ke dalam urutan yang baik, apakah urutan lokasi, urutan waktu, atau urutan menurut kepentingan

5) Kembangkan kerangka menjadi deskripsi

B. NARASI

Secara sederhana narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik.

Ketiga unsur berupa kejadian, tokoh, dan konflik merupakan unsur pokok sebuah narasi. Jika ketiga unsur itu bersatu, ketiga unsur itu disebut plot atau alur. Jadi, narasi adalah cerita yang dipaparkan berdasarkan plot atau alur.
Narasi dapat berisi fakta atau fiksi.
Contoh narasi yang berisi fakta: biografi, autobiografi, atau kisah pengalaman.
Contoh narasi yang berupa fiksi: novel, cerpen, cerbung, ataupun cergam.
Pola narasi secara sederhana: awal – tengah – akhir

Awal narasi biasanya berisi pengantar yaitu memperkenalkan suasana dan tokoh.
Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca.

Bagian tengah merupakan bagian yang memunculkan suatu konflik. Konflik lalu diarahkan menuju klimaks cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai klimaks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda.

Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan bermacam-macam. Ada yang menceritakannya dengan panjang, ada yang singkat, ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya sendiri.

Contoh narasi berisi fakta:

Kemampuan apresiasi musik pada seorang anak dapat dibentuk melalui tiga cara. Pertama, secara alamiah seseorang dibiasakan mendengarkan karya musik. Kebiasaan itu dimulai sejak anak masih berupa janin dalam rahim ibunya. Persentuhan emosi sang ibu dengan berbagai irama yang didengarkan akan ikut dirasakan oleh janin. Besar kemungkinan akan terjadi respons motorik janin yang dirasakan oleh sang ibu. Kedua, sejak anak dilahirkan ia dibiasakan dengan berbagai irama musik yang mengiringnya pada saat menjelang tidur atau bermain. Alat pendengar anak menjadi peka menangkap berbagai irama dari instrumen musik yang didengarnya. Lambat-laun, seiring dengan pertumbuhan fisik dan kognisinya, musik akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan anak. Ketiga, apresiasi musik dikembangkan melalui pendidikan formal. Untuk itu, pendidikan musik diarahkan kepada pengenalan, pemahaman, penghayatan, dan sikap kritis serta kreatif terhadap karya musik.

Contoh narasi fiksi:

Contoh 1:
Siang itu, Sabtu pekan lalu, Ramin bermain bagus. Mula-mula ia menyodorkan sebuah kontramelodi yang hebat, lalu bergantian dengan klarinet, meniupkan garis melodi utamanya. Ramin dan tujuh kawannya berbaris seperti serdadu masuk ke tangsi, mengiringi Ahmad, mempelai pria yang akan menyunting Mulyati, gadis yang rumahnya di Perumahan Kampung Meruyung. Mereka membawakan lagu “Mars Jalan” yang dirasa tepat untuk mengantar Ahma, sang pengantin….

Contoh 2:
Patih Pranggulang menghunus pedangnya. Dengan cepat ia mengayunkan pedang itu ke tubuh Tunjungsekar. Tapi aneh, sebelum mengenai tubuh Tunjungsekar. Tapi aneh, sebelum mengenai tubuh Tunjungsekar, pedang itu jatuh ke tanah. Patih Pranggulang memungut pedang itu dan membacokkan lagi ke tubuh Tunjungsekar. Tiga kali Patih Pranggulang melakukan hal itu. Akan tetapi semuanya gagal.

Langkah menyusun narasi (fiksi):
Langkah menyusun narasi (fiksi) melalui proses kreatif, dimulai dengan mencari, menemukan, dan menggali ide. Cerita dirangkai dengan menggunakan “rumus” 5 W + 1 H. Di mana seting/ lokasi ceritanya, siapa pelaku ceritanya, apa yang akan diceritakan, kapan peristiwa-peristiwa berlangsung, mengapa peristiwa-peristiwa itu terjadi, dan bagaimana cerita itu dipaparkan.

C. EKSPOSISI

Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca.
Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik.

Contoh Eksposisi :

Contoh 1:
Ozone therapy adalah pengobatan suatu penyakit dengan cara memasukkan oksigen murni dan ozon berenergi tinggi ke dalam tubuh melalui darah. Ozone therapy merupakan terapi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, baik untuk menyembuhkan penyakit yang kita derita maupun sebagai pencegah penyakit.

Contoh 2:
Pernahkan Anda menghadapi situasi tertentu dengan perasaan takut? Bagaimana cara mengatasinya? Di bawah ini ada lima jurus untuk mengatasi rasa takut tersebut. Pertama, persipakan diri Anda sebaik-baiknya bila menghadapi situasi atau suasana tertentu; kedua, pelajari sebaik-baiknya bila menghadapi situasi tersebut; ketiga, pupuk dan binalah rasa percaya diri; keempat, setelah timbul rasa percaya diri, pertebal keyakinan Anda; kelima, untuk menambah rasa percaya diri, kita harus menambah kecakapan atau keahlian melaluin latihan atau belajar sungguh-sungguh.

Tidak jarang eksposisi berisi uraian tentang langkah/ cara/ proses kerja.
Eksposisi demikian lazim disebut paparan proses.

Langkah menyusun eksposisi:
1) Menentukan topik/ tema
2) Menetapkan tujuan
3) Mengumpulkan data dari berbagai sumber
4) Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih
5) Mengembangkan kerangka menjadi karangan eksposisi.

D. ARGUMENTASI

Karangan ini bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat/ kesimpulan dengan data/ fakta sebagai alasan/ bukti.

Dalam argumentasi pengarang mengharapkan pembenaran pendapatnya dari pembaca. Adanya unsur opini dan data, juga fakta atau alasan sebagai penyokong opini tersebut.

Contoh Argumentasi :
Mempertahankan kesuburan tanah merupakan syarat mutlak bagi tiap-tiap usaha pertanian. Selama tanaman dalam proses menghasilkan, kesuburan tanah ini akan berkurang. Padahal kesuburan tanah wajib diperbaiki kembali dengan pemupukan dan penggunaan tanah itu sebaik-baiknya. Teladan terbaik tentang cara menggunakan tanah dan menjaga kesuburannya dapat kita peroleh pada hutan yang belum digarap petani.

Langkah menyusun argumentasi:
1) Menentukan topik/ tema
2) Menetapkan tujuan
3) Mengumpulkan data dari berbagai sumber
4) Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih
5) Mengembangkan kerangka menjadi karangan argumentasi

E. PERSUASI

Karangan ini bertujuan mempengaruhi pembaca untuk berbuat sesuatu. Dalam persuasi pengarang mengharapkan adanya sikap motorik berupa motorik berupa perbuatan yang dilakukan oleh pembaca sesuai dengan yang dianjurkan penulis dalam karangannya.

Contoh persuasi:

Penggunaan pestisida dan pupuk kimia untuk tanaman dalam jangka waktu lama tidak lagi menyuburkan tanaman dan memberantas hama. Pestisida justru dapat mencemari lingkungan dan menjadikan tanah lebih keras sehingga perlu pengolahan dengan biaya yang tinggi. Oleh sebab itu, hindarilah penggunaan pestisida secara berlebihan.

Kalimat terakhir merupakan kalimat persuasif. Kalimat ini dimunculkan setelah penulis mengemukakan penjelasan yang meyakinkan dalam kalimat-kalimat sebelumnya, kemudian mengajak pembaca untuk menghindari penggunaan pestisida secara berlebihan.

2.2. Pengertian Karya Tulis

Karya tulis merupakan uraian atau laporan tentang kegiatan, temuan, atau informasi yang berasal dari data primer dan/atau sekunder, serta disajikan untuk tujuan serta sasaran tertentu. Informasi tersebut dapat berasal dari data primer, yaitu didapatkan dan dikumpulkan langsung dan belum diolah dari sumbernya, seperti melalui dokumen (misal laporan), hasil penelitian, jurnal, majalah maupun buku. Penyusunan karya tulis tersebut dimaksudkan utnuk menyebarkan hasil tulisan atau laporan tersebut dengan tujuan tertentu yang khusus, sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang lain yang tidak terlibat dalam kegiatan penulisan tersebut. Dengan demikian, sasaran penulisan karya tulis adalah untuk: (1) masyarakat tertentu seperti para ilmuwan, (2) masyarakat luas, baik secara perorangan atau kelompok, (3) pemerintah atau lembaga tertentu.

2.3. Jenis-jenis Karya Tulis

2.3.1. Karya Tulis Ilmiah

a. Pengertian Karya Ilmiah

Ada beberapa pengertian dari karya ilmiah, yakni :

1.Menurut Brotowidjoyo karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Karya ilmiah dapat juga berarti tulisan yang didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/keilmiahannya (Susilo, M. Eko, 1995:11).

2.Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca.

3.Karya ilmiah adalah tulisan yang berisi argumentasi penalaran keilmuan yang dikomunikasikan lewat bahasa tulis yang formal dengan sistematis-metodis dan menyajikan fakta umum serta ditulis menurut metodologi penulisan yang benar. Karya ilmiah ditulis dengan bahasa yang konkret, gaya bahasanya formal, kata-katanya teknis dan dan didukung fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya

4.Karya tulis ilmiah adalah suatu tulisan yang membahas suatu permasalahan. Pembahasan itu dilakukan berdasarkan penyelidikan, pengamatan, pengumpulan data yang diperoleh melalui suatu penelitian. Karya tulis ilmiah melalui penelitian ini menggunakan metode ilmiah yang sistematis untuk memperoleh jawaban secara ilmiah terhadap permasalahan yang diteliti. Untuk memperjelas jawaban ilmiah berdasarkan penelitian, penulisan karya tulis ilmiah hanya dapat dilakukan sesudah timbul suatu masalah, yang kemudian dibahas melalui penelitian dan kesimpulan dari penelitian tersebut.

5.Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca. Karya ilmiah biasanya ditulis untuk mencari jawaban mengenai sesuatu hal dan untuk membuktikan kebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalam objek tulisan. Maka sudah selayaknyalah, jika tulisan ilmiah sering mengangkat tema seputar hal-hal yang baru (aktual) dan belum pernah ditulis orang lain. Jikapun, tulisan tersebut sudah pernah ditulis dengan tema yang sama, tujuannya adalah sebagai upaya pengembangan dari tema terdahulu. Disebut juga dengan penelitian lanjutan.

Dari berbagai macam pengertian karya ilmiah di atas dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud karya ilmiah dalam makalah ini adalah, suatu karangan yang berdasarkan penelitian yang ditulis secara sistematis, berdasarkan fakta di lapangan, dan dengan menggunakan pendekatan metode ilmiah.

b.Ciri Karya Ilmiah

Tidak semua karya yang ditulis secara sistematis dan berdasarkan fakta di lapangan adalah sebuah karya ilmiah sebab karya ilmiah mempunyai ciri-ciri seperti berikut ini:

- Objektif.

Keobjektifan ini menampak pada setiap fakta dan data yang diungkapkan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak dimanipulasi. Juga setiap pernyataan atau simpulan yang disampaikan berdasarkan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, siapa pun dapat mengecek (memverifikasi) kebenaran dan keabsahannya.

- Netral.

Kenetralan ini bisa terlihat pada setiap pernyataan atau penilaian bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang bersifat mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca perlu dihindarkan.

- Sistematis.

Uraian yang terdapat pada karya ilmiah dikatakan sistematis apabila mengikuti pola pengembangan tertentu, misalnya pola urutan, klasifikasi, kausalitas, dan sebagainya. Dengan cara demikian, pembaca akan bisa mengikutinya dengan mudah alur uraiannya.

- Logis.

Kelogisan ini bisa dilihat dari pola nalar yang digunakannya, pola nalar induktif atau deduktif. Kalau bermaksud menyimpulkan suatu fakta atau data digunakan pola induktif; sebaliknya, kalau bermaksud membuktikan suatu teori atau hipotesis digunakan pola deduktif.

- Menyajikan fakta (bukan emosi atau perasaan).

Setiap pernyataan, uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus faktual, yaitu menyajikan fakta. Oleh karena itu, pernyataan atau ungkapan yang emosional (menggebu-gebu seperti orang berkampanye, perasaan sedih seperti orang berkabung, perasaan senang seperti orang mendapatkan hadiah, dan perasaan marah seperti orang bertengkar) hendaknya dihindarkan.

- Tidak Pleonastis

Maksudnya kata-kata yang digunakan tidak berlebihan alias hemat kata-katanya atau tidak berbelit-belit (langsung tepat menuju sasaran).

- Bahasa yang digunakan adalah ragam formal.

c. Syarat Karya Ilmiah

Berikut ini adalah syarat-syarat karya ilmiah :

- Karya tulis ilmiah memuat gagasan ilmiah lewat pikiran dan alur pikiran.

- Keindahan karya tulis ilmiah terletak pada bangun pikir dengan unsur-unsur yang menyangganya.

- Alur pikir dituangkan dalam sistematika dan notasi.

- Karya tulis ilmiah terdiri dari unsur-unsur: kata, angka, tabel, dan gambar, yang tersusun mendukung alur pikir yang teratur.

- Karya tulis ilmiah harus mampu mengekspresikan asas-asas yang terkandungdalam hakikat ilmu dengan mengindahkan kaidah-kaidah kebahasaan.

- Karya tulis ilmiah terdiri dari serangkaian narasi (penceritaan), eksposisi (paparan), deskripsi (lukisan) dan argumentasi (alasan).

d. Jenis Karya Ilmiah

Pada prinsipnya semua karya ilmiah yaitu hasil dari suatu kegiatan ilmiah. Dalam hal ini yang membedakan hanyalah materi, susunan , tujuan serta panjang pendeknya karya tulis ilmiah tersebut,. Secara garis besar, karya ilmiah di klasifikasikan menjadi dua, yaitu karya ilmiah pendidikan dan karya ilmiah penelitian.

1. Karya Ilmiah Pendidikan

Karya ilmiah pendidikan digunakan tugas untuk meresume pelajaran, serta sebagai persyaratan mencapai suatu gelar pendidikan. Karya ilmiah pendidikan terdiri dari:

- Paper (Karya Tulis).

Paper atau lebih populer dengan sebutan karya tulis, adalah karya ilmiah berisi ringkasan atau resume dari suatu mata kuliah tertentu atau ringkasan dari suatu ceramah yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswanya.

Tujuan pembuatan paper ini adalah melatih mahasiswa untuk mengambil intisari dari mata kuliah atau ceramah yang diajarkan oleh dosen, penulisan paper ini agak di perdalam dengan beberapa sebab antara lain, Bab I Pendahuluan , Bab II Pemaparan Data, Bab III Pembahasan atau Analisisdan Bab IV Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

- Pra Skripsi

Pra Skripsi adalah karya tulis ilmiah pendidikan yang digunakan sebagai persyaratan mendapatka gelar sarjana muda. Karya ilmiah ini disyaratkan bagi mahasiswa pada jenja0ng akademik atau setingkat diploma 3 ( D-3).

Format tulisannya terdiri dari Bab I Pendahuluan (latar belakang pemikiran, permasalahan, tujuan penelitian atau manfaat penelitian dan metode penelitian). Bab II gambaran umum (menceritakan keadaan di lokasi penelitian yang dikaitkan dengan permasalahan penelitian), Bab III deskripsi data (memaparkan data yang diperoleh dari lokasi penelitian). Bab IV analisis (pembahasan data untuk menjawab masalah penelitian). Bab V penutup (kesimpulan penelitian dan saran)

- Skripsi

Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta- fakta empiris-objektif baik berdasarkan peneliian langsung (observasi lapangan ) maupun penelitian tidak langsung (study kepustakaan)skripsi ditulis sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana S1. Pembahasan dalam skripsi harus dilakukan mengikuti alur pemikiran ilmiah yaitu logis dan emperis.

- Thesis

Thesis adalah suatu karya ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dari pada skripsi, thesis merupakan syarat untuk mendapatkan gelar magister (S-2).

Penulisan thesis bertujuan mensinthesikan ilmu yng diperoleh dari perguruan tinggi guna mempeluas khazanah ilmu yang telah didapatkan dari bangku kuliah master, khazanah ini terutama berupa temuan-temuan baru dari hasil suatu penelitian secara mendalam tentang suatu hal yangmenjadi tema thesis tersebut.

- Disertasi

Disertasi adalah suatu karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta akurat dengan analisis terinci. Dalil yang dikemukakan biasanya dipertahankan oleh penulisnya dari sanggahan-sanggahan senat guru besar atau penguji pada sutu perguruan tinggi, desertasi berisi tentang hasil penemuan-penemuan penulis dengan menggunakan penelitian yang lebih mendalam terhadap suatu hal yang dijadikan tema dari desertasi tersebut, penemuan tersebut bersifat orisinil dari penulis sendiri, penulis desertasi berhak menyandang gelar Doktor.

2. Karya ilmiah Penelitian.

a, Makalah seminar.

1. Naskah Seminar

Naskah Seminar adalah karya ilmiah tang barisi uraian dari topik yang membahas suatu permasalahan yang akan disampaikan dalam forum seminar. Naskah ini bisa berdasarkan hasil penelitian pemikiran murni dari penulisan dalam membahas atau memecahkan permasalahan yang dijadikan topik atau dibicarakan dalam seminar.

2. Naskah Bersambung

Naskah Bersambung sebatas masih berdasarkan ciri-ciri karya ilmiah, bisa disebut karya tulis ilmiah. Bentuk tulisan bersambung ini juga mempunyai judul atau title dengan pokok bahasan (topik) yang sama, hanya penyajiannya saja yang dilakukan secara bersambung, atau bisa juga pada saat pengumpulan data penelitian dalam waktu yang berbeda.

b. Laporan hasil penelitian

Laporan adalah bagian dari bentuk karya tulis ilmiah yang cara penulisannya dilakukan secara relatif singkat. Laporan ini bisa dikelompokkan sebagai karya tulis ilmiah karena berisikan hasil dari suatu kegiatan penelitian meskipun masih dalam tahap awal.

c. Jurnal penelitian

Jurnal penelitian adalah buku yang terdiri karya ilmiah terdiri dari asal penilitian dan resensi buku. Penelitian jurnal ini harus teratur continue dan mendapatkan nomor dari perpustakaan nasional berupa ISSN (international standard serial number).

e. Ragam Ilmiah

Bahasa ragam ilmiah merupakan ragam bahasa berdasarkan pengelompokkan menurut jenis pemakaiannya dalam bidang kegiatan sesuai dengan sifat keilmuannya. Bahasa Indonesia harus memenuhi syarat diantaranya benar (sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku), logis, cermat dan sistematis.

Pada bahasa ragam ilmiah, bahasa bentuk luas dan ide yang disampaikan melalui bahasa itu sebagai bentuk dalam, tidak dapat dipisahkan. Hal ini terlihat pada ciri bahasa ilmu, seperti berikut ini.

1. Baku.

Struktur bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku, baik mengenai struktur kalimat maupun kata. Demikian juga, pemilihan kata istilah dan penulisan yang sesuai dengan kaidah ejaan.

2. Logis.

Ide atau pesan yang disampaikan melalui bahasa Indonesia ragam ilmiah dapat diterima akal. Contoh: “Masalah pengembangan dakwah kita tingkatkan.”Ide kalimat di atas tidak logis. Pilihan kata “masalah’, kurang tepat. Pengembangan dakwah mempunyai masalah kendala. Tidak logis apabila masalahnya kita tingkatkan. Kalimat di atas seharusnya “Pengembangan dakwah kita tingkatkan.”

3. Kuantitatif.

Keterangan yang dikemukakan pada kalimat dapat diukur secara pasti. Perhatikan contoh di bawah ini:Da’i di Gunung Kidul “kebanyakan” lulusan perguruan tinggi. Arti kata kebanyakan relatif, mungkin bisa 5, 6 atau 10 orang. Jadi, dalam tulisan ilmiah tidak benar memilih kata “kebanyakan” kalimat di atas dapat kita benahi menjadi Da’i di Gunung Kidul 5 orang lulusan perguruan tinggi, dan yang 3 orang lagi dari lulusan pesantren.

4. Tepat.

Ide yang diungkapkan harus sesuai dengan ide yang dimaksudkan oleh pemutus atau penulis dan tidak mengandung makna ganda. Contoh: “Jamban pesantren yang sudah rusak itu sedang diperbaiki.”Kalimat tersebut, mempunyai makna ganda, yang rusaknya itu mungkin jamban, atau mungkin juga pesantren.

5. Denotatif yang berlawanan dengan konotatif.

Kata yang digunakan atau dipilih sesuai dengan arti sesungguhnya dan tidak diperhatikan perasaan karena sifat ilmu yang objektif.

6. Runtun.

Ide diungkapkan secara teratur sesuai dengan urutan dan tingkatannya, baik dalam kalimat maupun dalam alinea atau paragraf adalah seperangkat kalimat yang mengemban satu ide atau satu pokok bahasan.

f. Contoh Karya Ilmiah

Pasal Bermata Dua

Sering kali warga masyarakat menyelesaikan kasus dugaan penyantetan dengan melakukan sumpah pocong. Soalnya, polisi tidak bisa menanganinya karena dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memang tidak diatur. Yang ada baru sebatas rancangan. Dalam Pasal 255 Rancangan Undang-undang tenatng KUHP dinyatakan, “Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan magis, memberitahukan, menimbulkan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan kematian, penderiataan mental atau fisik seseorang dipidana penjara paling lama lima tahun”.

Antropolog dari Universitas Negeri Jember, Kusnadi, mengakui sumpah pocong efektif menangani kasus santen di tlatah Jember dan sekitarnya. Ini merupakan suatu mekanisme cultural masyarakat dalam bentuk pembuktian terbalik. Katanya, “Cara ini bisa diterima dan diyakini memiliki kebenaran dan nilai keadilan karena dipimpin oleh seorang tokoh yang alim dan langsung bersumpah di hadapan public dan Tuhan”.

Selama ini memang belum ada dukun santet yang bisa diseret ke pengadilan. Orang yang dituduh sebagai penyantet selalu diadili langsung oleh massa dengan cara keji, seperti yang terjadi di Banyuwangi pada tahun 1998 silam. Saat itu tak kurang dari 170 orang yang dituduh sebagai dukun santet mati dibantai oleh warga. Peristiwa serupa juga meletup di Ciamis, Jawa Barat, pada tahun 1999, dengan jumlah korban yang lebih besar, sekitar 200 orang tewas dihakimi warga.

Kusnadi kurang setuju soal santet dimasukkan dalam KUHP karena akan tetap sulit pembuktiannya. Ini juga bisa menjadi pisau bermata dua. Mungkin pasal ini bisa mengurangi praktik santet, tetapi juga bisa dimanfaatkan oleh orang untuk mencelakakan atau menjebak orang lain lewat tuduhan palsu.

Hakim Agung, Benjamin Mangkoedilaga memperkirakan, pasal ini tidak akan efektif. Persoalannya, orang yang melakukan praktik itu dan menyewanya dipastikan tidak akan mengaku. Selan itu, “Bagaimana orang bisa yakin bahwa perbuatan santet itu yang menyebabkan kematian seseorang? Bisa saja karena sebab lain”. Ia menyarankan agar hal yang sulit diukur dan diselidiki sebab-akibatnya seperti santet tidak perlu diatur dalm KUHP.

Sumber : Tempo, Edisi 29 September-5 Oktober 2003, hal 126-127

2.3.2. Karya Tulis Semi Ilmiah

a. Pengertian Semi Ilmiah

Semi Ilmiah adalah sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisannyapun tidak semiformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering di masukkan karangan non-ilmiah. Maksud dari karangan non-ilmiah tersebut ialah karena jenis Semi Ilmiah memang masih banyak digunakan misal dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman dan cerpen.
Karakteristiknya : berada diantara ilmiah.

b. Tataran Semi Ilmiah

Kebakuan bahasa dapat ditemukan pada semua tataran bahasa, yaitu pada tataran morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf dan pada wacana. Unsur-unsur kebakuan bahasa dapat meliputi ketepatan penggunaan tanda baca, ejaan, kata, (bentuk dasar dan bentuk jadian) dan struktur klausa atau kalimat (penggunaan konjungsi, susunan unsur-unsur bahasa yang fungsional).

c. Contoh Semi Ilmiah

Ada Apa Dengan Sakit ?

Rata-rata orang yang gila kerja tidak merasa sakit kendati sedang sakit. Sebaliknya, orang yang hypochondriac selalu merasa sakit kendati sehat. Baron von Munhausen tercatat mahir melakukan peran secara meyakinkan sehingga dokter bedahnya berhasil dikelabui. Pasien begini merasa puas setiap kali dokternya kecele tidak menemukan penyakitnya.

Dalam keseharian pun kita melihat tidak semua yang datang ke dokter pasti sedang sakit. Wanita yang masuk kamar praktik dokter dengan dandanan menor, misalnya, hampir pasti tidak sedang sakit. Setidaknya tak ada yang tidak beres dengan badannya. Boleh jadi cuma lagi rindu pada dokternya.

Mungkin untuk urusan mengantar nenek pulang kampong, atau mertua kawin lagi, boleh jadi orang yang sebetulnya sehat minta dokter memberi label sakit. Besarnya otoritas dokter melabel sehat atau sakit, menjadi ruang bagi orang yang sebetulnya bukan pasien, dan tentu buat dokternya juga, bisa leluasa bersandiwara. Sebab suka atau tidak, setuju atau tidak setuju, sertifikat dokter legal di pengadilan hukum. Termasuk sertifikat yang dokter berikan kepada orang yang berpura-pura sakit.

Tarulah dokternya jujur. Orang ragu mengeluh ada rasa tidak enak di badan. Akan tetapi, keluhan tidak enak subjektif milik pasien. Andai keluhan Cuma dusta pun, dokter tidak bisa apa-apa. Sahih tidaknya keluhan sakit yang mengaku pasien belum tentu bisa dokter buktikan. Apalagi jika dokter tidak jujur.

Menjadi pelik jika orang yang mengaku pasien, misalnya menolak diajak dokternya, tidak mau bangkit dari kursi roda, mengaku tak mampu menjawab tes yang dokter berikan atau pengakuan dusta lainnya. Kondisi orang yang sebetulnya bukan pasien seperti itu berisiko menyesatkan dokter dalam menetapkan status medis. Itu sebab keluhan sakit yang dipercaya dokter bisa dijadikan tempat berlindung dan ruang sandiwara bagi pihak yang sebetulnya bukan pasien untuk berpura-pura sakit.

2.3.3. Karya Tulis Non-ilmiah

a. Pengertian Non-Ilmiah

Karya non-ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, bersifat subyektif, tidak didukung fakta umum, dan biasanya menggunakan gaya bahasa yang popular atau biasa digunakan (tidak terlalu formal).

b. Ciri-ciri Non-Ilmiah

Ciri-ciri karya tulis non-ilmiah :

- ditulis berdasarkan fakta pribadi,

- fakta yang disimpulkan subyektif,

- gaya bahasa konotatif dan populer,

- tidak memuat hipotesis,

- penyajian dibarengi dengan sejarah,

- bersifat imajinatif,

- situasi didramatisir,

- bersifat persuasif.

- tanpa dukungan bukti

c. Jenis-jenis Non-Ilmiah

Jenis-jenis yang termasuk karya non-ilmiah adalah:

- Dongeng

- Cerpen

- Novel

- Drama

- Roman.

d. Contoh Non-Ilmiah

Pencuri

Ia berjalan dengan langkah yang ringan tanpa tergesa-gesa, tanpa mengendap-endap. Daerah pinggiran seperti ini, memang tidak terlampau padat dengan rumah. Di sana sini masih rimbun rumpun pisang, lalu tanah yang kosong, semak-semak belukar, tanaman lantana, dan putri malu. Langit cerah dan matanya yang tua masih cukup awas. Ia terus melangkah tenang melewati jalan tikus yang terbentuk oleh rumput yang mati terinjak. Tiba-tiba dari balik semak-semak muncul seseorang sambil mengancing celana.

“Selamat malam,” sapanya. Orang itu terkejut, lalu tanpa menjawab apa-apa membalikkan tubuh, meneruskan usahanya menarik ritsleting celananya.

“Mau kemana, Pak?” orang itu berkata sambil membalik ke arahnya.

“Ke kampung sebelah.”

“Mari, Pak,” orang itu menunduk-nunduk lalu buru-buru melanjutkan perjalanannya.”Silakan,” ujarnya sambil terus berjalan.

Sesudah berjalan cukup lama, ia tiba di dekat sebuah rumah besar. Teras depannya luas dengan lampu yang benderang dengan beberapa set kursi. Ada lukisan atau barangkali foto berbingkai, tanaman kuping gajah dalam pot, lampu gantung Kristal yang tidak menyala. Dari dalam terdengar music yang keras, hingar binger tidak keruan, yang serasa tidak sesuai dengan suasana pedesaan yang masih kental di derah itu. Di samping rumah tampak ada mobil jenis minibus.

Ia berhanti sejenak. Meneliti daerah sekitar rumah, kemudian dengan langkah yang pasti ia berjalan menuju ke sebatang pohon beringin besar yang tumbuh di sebelah utara rumah yang menghadap ke timur itu. Ia memanjat pohon beringin itu dengan mudah, lewat daya ingat yang sudah terlatih. Dan tanpa kesulitan apa-apa, ia menemukan batang yang cukup lebar merentang sejajar dengan tanah dan dengan hati-hati ia mendudukkan dirinya sambil menyandar ke batang utama.

Dari situ dengan bebas ia bisa memperhatikan bagian belakang rumah itu. Ada keinginan yang kuat untuk merokok apalagi dengan nyamuk yang mengiang-ngiang di kupingnya. Seluruh tubuh sudah dilulurinya dengan salep anti nyamuk. Tetapi yang membuat ia merasa gembira adalah bahwa ia masih memiliki kemantapan perasaan yang sama, seperti ketika ia masih sepenuhnya mengerjakan kegiatan ini sebagai pekerjaan tetap.

Sesudah beberapa saat, ia mengeluarkan cangklongnya, lalu menyulutnya. Dalam keadaan seperti ini, ia selalu siap dengan cangklongnya yang memakai penutup, yang konon dipergunakan orang ketika berada di medan pertempuran. Cangklong itu diambilnya di rumah seorang asing ketika ia melakukan tugasnya di sana.

Ia tahu betul isi rumah yang sedang diawasinya ini; dihuni seorang janda dengan seorang anak perempuan yang sudah amat siap untuk menikah, tiga pelayan dan seorang sopir tua. Di samping itu, ada empat orang pegawai yang tinggal di luar. Janda yang terhitung paling kaya di daerah itu, hidup dari penyewaan kendaraan umum, yang selalu menerima setoran setiap sore dan menyetor lagi uangnya ke sebuah bank di kota. Ia sendiri sudah memperhitungkan berapa besar uang yang bisa dikumpulkan janda itu setiap menjelang malam hari penyewa-penyewa mobilnya yang mencapai dua puluh buah itu. Sedang si Anak gadis, sesudah menyelesaikan pendidikan di sebuah akademi pariwisata di kota, kini membuka sebuah warung serba ada yang menempel di bagian selatan rumah itu.

Lalu sebuah mobil muncul. Pasti berhenti di depan rumahnya, yang terhalan untuk bisa ia lihat. Ia tidak tahu siapa yang datang. Beberapa menit kemudian, terdengar lagu dikecilkan. Pasti yang punya rumah datang, ia memperkirakan.

Dari kejauhan, terdengar kentongan, baru pukul sebelas.

Ia memang mempunyai kebiasaan untuk menuggu di dekat sasarannya beberapa jam lamanya. Selain itu, cukup mempunyai banyak waktu untuk mempertimbangkan perasaannya, ia juga bisa memantau keadaan sasarannya dengan cukup mantap. Bukan sekali dua ia harus membatalkan usahanya, bilaman sesudah beberapa jam perasaan was-was tidak juga hilang.

Lalu ia mendengar bunyi mobil dihidupkan, kemudian tampak sorotan lampu mendahului mobil itu langsung menuju ke arah jalan besar. Lalu menghilang.

Lalu cahaya yang nampak di bagian depan rumah menghilang, pasti lampu dimatikan. Dan seperti yang sudah diharapkan, tak lama kemudian beberapa orang tampak berjalan di samping rumah. Para penjaga keamanan yang melakukan tugas mereka sebagai sebuah rutinitas, mulai dari waktu meronda keliling, langkah, dan bahkan harus membatuk.

Ia merasa ada yang bergerak di kakinya. Seerkor semut. Buru-buru ia menarik kakinya ke dekat tubuhnya, lalu mematikan semut itu dengan memencet bagian celana di mana semut itu berada. Kemudian kakinya kembali ia julurkan.

Beberapa bulan yang lalu, anaknya yang jadi insiyur datang menjemputnya di desa asalnya, lalu membawanya ke desa ini, di mana anaknya telah membangun sebuah rumah kecil dengan sebuah warung serba ada untuknya. Di kampungnya yang lama, ia juga mempunyai sebuah warung. Kendati cukup banyak yang membeli di situ, ia tidak mengharapkan apa-apa dari warung itu. Kerja sebagai pencuri jauh lebih sesuai dengan dirinya. Ia bisa menghargai dirinya sebagai pencuri.

Lampu dari lubang angin dan jendela kamar yang menghadap ke arahnya sudah padam entah kapan. Ia sedang sibuk membayangkan bagaimana pertama kali ia memutuskan untuk menjadi seorang pencuri sejak anaknya yang menjadi insiyur lahir. Ia menjadi pencuri karena kakeknya seorang pencuri dengan ilmu yang tinggi, yang diturunkan kepadanya tanpa sepengetahuan ayah maupun ibunya. Ia tersenyum mengungat bagaimana ia mencuri tabungan kakeknya ketika ia masih bersekolah di sebuah sekoalahn rakyat.

Istrinya sendiri sudah meninggal lima tahun yang lalu. Sesudah dalam keadaan sekarat memintanya untuk tidak mencuri lagi demi anaknya yang ketika ia sudah menjadi mahasiswa di Bandung sana. Ia ingat bahwa ketika itu ia sama sekali tidak bisa menjanjikan apa-apa, yang membuat istrinya meninggal dalam keadaan kecewa. Lalu ia mendengar orang batuk-batuk. Para penjaga keamanan yang datang dari arah mereka tadi pergi. Ia menarik kakinya yang kiri hingga lutunya dekat ketubuhnya, dan mulai memijat-mijat betisnya. Sesudah itu kakinya yang kanan ditariknya. Segenggam pasir yang dimasukkan ke dalam sebuah kantong celananya ia periksa. Dari kantong celana yang satunya lagi, ia mengeluarkan seutas pita merah, yang ia lilitkan ke kepalanya. Saat untuk beraksi sudah tiba.

Pagi itu untuk pertama kalinya semenjak ia pindah ke desa ini, ia tidak membuka warungnya. Ia tidur sampai ketika ada yang menggedor pintu depannya. Lalu ketika ia membuka pintu, anaknya menerobos masuk. Ia mengunci kembali pintu. Tampak kalau anaknya sedang marah.

“Ayah melakukan perbuatan terkutuk itu lagi?”

“Hei, apa yang kamu bilang?”

“Ayah semalam menggerayangi rumah ibu Rohmah, bukan?”

Keyakinan anaknya membuat ia tidak menyangkal. “Dari mana kau tahu itu rumah ibu Rohmah?”

“Itu calon mertua saya,” ujar anaknya.

“Oo. Jadi kau yang semalam datang mengantar calon istrimu itu, ya?”

Anaknya cuma menatapnya tajam, lalu wajahnya menjadi kuyu.

“Kenapa, Ayah?” Kenapa Ayah harus lakukan ini, dan terhadap calon keluarga kita sendiri?”

“Duduk.” Ujarnya tenang, tetapi dengan gaya memerintah. Anaknya menarik kursi meja makan lalu duduk. Ia lalu mengambil gelas, menungkan air dari ceret lalu meneguknya.

“Sebaiknya kau tidak bicara seperti orang main drama. Saya tidak menolak tuduhanmu, dan itu sudah cukup. Dengar dulu … saya masih bicara! Saya tidak mengenal mereka, dan tidak tahu kalau punya hubungan dengan kau. Kalau saya mencuri, itu karena ada dorongan yang selalu memakasa saya untuk terus melakukan hal itu. Saya …”

Sebuah ketokan di pintu membuat ia menghentikan omongannya. Ia langsung membuka pintu. Seorang anak kecil dengan wajah takut san waswas berdiri di depannya.

“Warung Bapak tutup, ya?”

“Ya, saya agak kurang enak badan. Ada yang perlu?”

“Ibu menyuruh saya …”

“Sini, masuk” Ia membimbing anak itu masuk. “Namamua Ari, bukan?” Lalu dengan agak mendorong ia membawa anak itu menuju pintu samping rumah yang membuka ke warungnya. “ Ambil sendiri yang di perlukan ibumu,” ujarnya ramah.

“Adik yang masih bayi perlu susu …”

“Masuklah,” ia mendorong anak itu, tetapi tampaknya anak itu menolak.

Anak itu memandangnya ragu-ragu. “Kata ibu, utang yang lalu …”

“Masuklah dan ambil sendiri.” Jangan takut, Nak.”

Anak itu masuk, mengambil beras beberapa liter, gula, dan kopi serta susu kaleng untuk bayi. Ia sendiri berjalan ke belakang menuju kamar kecil.

Ketika ia berbalik, anak itu sedang berdiri di depan pintu menunggunya.

“Sudah?”

“Sudah, Pak. Saya sudah catat di buku utang. Terima kasaih …”

Ia membukakan pintu lalu menguncinya.

“Kau tidak usah tanya kenapa saya harus mencuri. Warung ini nyaris tidak memberikan penghasilan apa-apa. Kau lihat anak kecil tadi, dan hampir besar desa ini tergantung dari utang yang saya kasih. Utang yang semakin lama semakin bertumpuk.”

“Ayah tidak bisa kasih hati seperti itu pada orang-orang ini.”

“Caranya? Dengan mengusir mereka pulang dengan tangan kosong dan perut yang kelaparan? Atau menyeret mereka ke pengadilan? Mungkin kau benar, tetapi saya Cuma tidak mampu melakukannya.”

“Bagaimana kalau Ayah tertangkap polisi?”

“Itu risiko. Tetapi kau harus tahu, saya menghargai ini sebagai pekerjaan yang harus professional dan sempurna. Mereka membutuhkan keahlian yang tinggi untuk bisa melacak saya.”

“Bisa hancur hidup saya kalau orang-orang tahu Ayah mencuri di rumah itu.”

“Saya masih terlalu mengantuk, Tri. Sebaiknya kau beri kesempatan saya beristirahat dulu.”

“Ayah kelihatannya tidak mempedulikan kepentngan saya, tidak peduli nasib saya.”

“Lalu bagaimana kau bisa menjadi insiyur? Dan apa kaupikir biaya yang setiap bula saya kirim dan bisa membuat hidup kau di Bandung tidak berkekurangan itu hasil dari warung ibumu? Camkan, Nak. Itu semua hasil kerja yang kau sebut tadi perbuatan terkutuk.”

Anaknya terpana.

“Dari mana kau tahu kalau saya yang mencuri semalam di rumah setan blau itu?”

“Ibu pernah bercerita, kalau Ayah mencuri di mana-mana, ada kebiasaan Ayah untuk membuka lemari makan mereka dan melahap apa yang ada dan membiarkan piring kotor dengan sedikit sisa makanan di atas meja.”

Ia tersenyum. Lalu berkembang menjadi tawa lepas. Ada rasa bangga yang ia perlihatkan ketika mengatakan, “Orang yang besar selalu harus membiarkan dirinya punya kebiasaan yang unik.”

Anaknya yang insiyur itu bangun. “Begini, Ayah. Saya tidak mampu menghalangi kenyataan ini. Saya ingin sekarang juga Ayah pilih, tetap melakukan pencurian dan kita tidak saling kenal lagi atau Ayah berhenti mencuri.”

“Itu dua hal yang tidak bisa dijadikan pilihan. Sungguh tidak sebanding, karena kedunya sesuatu yang amat prinsipil dalam hidup sya. Tetapi kalau kau memaksa, saya dengan ikhlas memilih yang pertama. Toh, kau sudah hidup mandiri.” Ia menatap anaknya tegas. Dan sesudah beberapa jenak kemudian ia berkata lagi, “Nah, saya benar-benar sangat mengantuk dan tak mampu membendungnya lagi.”

Ia berjalan menuju ke pintu lalu membukanya.

Anaknya bangun, lalu dengan lesu berjalan menuju ke pintu. Ketika anaknya lewat di depannya ia berkata, “Ini ada sebuah pertanyaan yang tak perlu kau jawab. Apakah masih ada orang di negeri ini yang tidak mencuri?”

Sumber : Kompas, 7/6/1992


BAB III

KESIMPULAN

Istilah karya ilmiah dan nonilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahui orang dalam dunia tulis-menulis. Berkaitan dengan istilah ini, ada juga sebagian ahli bahasa menyebutkan karya fiksi dan nonfiksi. Terlepas dari bervariasinya penamaan tersebut, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah baik karya ilmiah maupun nonilmiah/fiksi dan nonfiksi atau apa pun namanya, kedua-keduanya memiliki perbedaan yang signifikan.

Perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dicermati dari beberapa aspek.

Pertama, karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif adalah adanya kesesuaian antara fakta dan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau empiri.

Kedua, karya ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode atau cara-cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi.

Ketiga, dalam pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah. Dengan kata lain, ia ditulis dengan menggunakan kode etik penulisan karya ilmiah. Perbedaan-perbedaan inilah yang dijadikan dasar para ahli bahasa dalam melakukan pengklasifikasian.

Selain karya ilmiah dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, terdapat juga karangan yang berbentuk semi-ilmiah/ilmiah populer. Sebagian ahli bahasa membedakan dengan tegas antara karangan semi-ilmiah ini dengan karangan ilmiah dan nonilmiah.

Finoza (2005:193) menyebutkan bahwa karakteristik yang membedakan antara karangan semi-ilmiah, ilmiah, dan nonilmiah adalah pada pemakaian bahasa, struktur, dan kodifikasi karangan. Jika dalam karangan ilmiah digunakan bahasa yang khusus dalam di bidang ilmu tertentu, dalam karangan semi-ilmiah bahasa yang terlalu teknis tersebut sedapat mungkin dihindari. Dengan kata lain, karangan semi-ilmiah lebih mengutamakan pemakaian istilah-istilah umum daripada istilah-istilah khusus. Jika diperhatikan dari segi sistematika penulisan, karangan ilmiah menaati kaidah konvensi penulisan dengan kodifikasi secara ketat dan sistematis, sedangkan karangan semi-ilmiah agak longgar meskipun tetap sistematis. Dari segi bentuk, karangan ilmiah memiliki pendahuluan (preliminaris) yang tidak selalu terdapat pada karangan semi-ilmiah.

Berdasarkan karakteristik karangan ilmiah, semi-ilmiah, dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, yang tergolong dalam karangan ilmiah adalah laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong karangan semi-ilmiah antara lain artikel, feature, kritik, esai, resensi; yang tergolong karangan nonilmiah adalah anekdot, dongeng, hikayat, cerpen, cerber, novel, roman, puisi, dan naskah drama.

Karya nonilmiah sangat bervariasi topik dan cara penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum. Karangan nonilmiah ditulis berdasarkan fakta pribadi, dan umumnya bersifat subyektif. Bahasanya bisa konkret atau abstrak, gaya bahasanya nonformal dan populer, walaupun kadang-kadang juga formal dan teknis. Karya nonilmiah bersifat (1) emotif: kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi, (2) persuasif: penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative, (3) deskriptif: pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif, dan (4) jika kritik adakalanya tanpa dukungan bukti.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

http://noorifada.files.wordpress.com/2008/09/2-mpi-karya-ilmiah.pdf

http://maizuddin.wordpress.com/2010/05/06/apakah-karya-tulis-ilmiah-itu/

http://silvergrey23.blogspot.com/2010/11/wacana-non-ilmiah.html

http://fuad30.blog.friendster.com/2008/10/karya-ilmiah/

http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/07/karya-ilmiah-dan-non-ilmiah.html

Aku Cinta Bahasa Indonesia kelas IV , Tiga Serangkai

http://muthiah-muthiah.blogspot.com/2010/10/wacana-non-ilmiah.html

http://indahndahpurnamasari.blogspot.com/2010/02/ilmiah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar